Selasa, 28 Oktober 2014

masif

bahkan kesepian, tak sudi menemaninya. setelah menatapnya dengan pandangan yang tidak dapat dimengerti, kesepian memalingkan wajahnya, membalikkan tubuhnya. kesepian melenggang pergi, benar benar tak peduli, bahkan tak ingin mengetahui apa kira kira yang bakal dikatakan atau dilakukannya begitu menyadari tak ada lagi yang menemani. benar benar tak ada. dia sendiri, tanpa siapa siapa, tanpa kesepian, tanpa pemahaman, tanpa kecemasan akan kehilangan. dia mulai menyadari, sekarang segalanya akan lebih sederhana. kehilangan ternyata bukan kehampaan. dia tidak lagi mencari kata kata tepat yang belum ditemukannya untuk menyusun kalimat. dia juga tidak bertanya, kenapa baru sekarang merasa waras. dia tidak peduli dia tahu, karena tak ada siapa siapa lagi yang meragukan kewarasannya sendiri. kesendirian justru nikmat ketika tidak lagi dinikmati.
sekarang, malah kata kata berdesakan meminta makna dari kalimat kalimatnya. sementara dia tidak membutuhkan kata kata, tidak ada siapa siapa yang menuntut penjelasan darinya. dia tidak terjebak, hanya tidak beranjak. dia bukan siapapun, bukan pula kesepian yang telah meninggalkan dirinya. dia tak akan kemana mana, di manapun dia tak ada. tak ada pengamat, tak ada peristiwa, tak ada nama, tak ada celah, tak ada yang menjalar, tidak sejajar, tidak belajar, tidak bergetar.
duaaar! dia tidak mendengar*