Jumat, 20 Mei 2016

mantrah

Jatuh cintah setiap hari, kalau bisa lebih. Hari hari terasa terlalu lambat berganti, dalam hati yang jatuh cintah berkali kali.
Kau tahu apa kata lampu ketika berbincang denganku. Apa lampu hanya ingin menyalakan hatiku, mengatakan kau mengirimkan lagu. Suaranya hangat, menerangi sepanjang malam.
Laut, jadilah laut, biarkan hanyut. Hujan tiba tiba terjatuh, aku harus beranjak, terburu buru menyelamatkan jemuran.
Tak disangka sangka, hujan malam ini sangat beringas. Tumpah ruah. Ah…setelah berhari hari gerah, atau lebih baik kukatakan cerah, karena sedang jatuh cintah.
Ya, kadang kadang atau sering, aku berkhayal ada yang menimpali, selalu, karena aku masih pengecut untuk mengatakan selalu, dunia justru indah saat mengacuhkan segalanya. Mengacuhkan segala galanya tentang dunia, duniaku, duniamu, dunianya, demi cinta. Dunia cintah, tertawa atau meludah terserah kau saja. Dunia cintah. Dunia cintah. Maukah kau mengaku kalah, karena aku salah. Dunia cintah. Dunia cintah. Wkwkwk, bukan tertawa, aku mengejek semua pembaca. Dunia cintah. wkwkwk.
Hujan, bahkan cemburu pada lagu lagu, petir menggelegar, caranya menampar atap,  gaduh.  Langit sedang berpesta. Aku beruntung, suara lampu terdengar teduh. Langit langit rumah melindungiku. Sejuk. Meski dingin, aku berkata, sejuk, kering, menggelinding secantik kelereng.
Jika tuhan mendengarku di antara riuhnya hujan di luar sana, tuhan bakal tersenyum. Mungkin sambil menggeleng gelengkan kepala,  menemukanku  sedang mencarinya dengan serius, belum pernah seserius ini sejak aku dilahirkan. Ada yang ingin kukatakan, hanya pada tuhan. Di antara semua yang kukenal, hanya tuhan yang selalu sendirian sekaligus paling pengertian, hanya pada tuhan akan kukatakan.
Dunia cintah ternyata ada, meski aku tiada. Ada dunia cintah di mana mana. Di antah berantah. Di surga dan neraka. Di pusat dan ujung bumi. Di setiap ruas jari tangan dan kaki. Masih ada lagi, semua pembaca boleh mengejekku sambil tertawa, atau mencari tuhan dengn serius. Siapa tahu akhirnya bertemu, hanya tuhan yang tahu, apa yang ingin kukatakan hanya padanya.  Hanya tuhan yang tahu, sungguh.
Hujan masih lebat, ceritanya belum tamat. Hanya tuhan yang tahu, langit atau aku yang sedang curhat. Pembaca silahkan menikmati sesat, menghujat, menuduhku penjahat sekaligus sesat, menyumpahiku tersambar kilat, melontarkan berjuta juta tahi lalat. Apa saja, silahkan. Dunia cintah. Dunia cintah mengajariku ilmu silat sekaligus gulat. Dunia cintah mewariskan untukku buku resep rahasia yang tak akan pernah ditemukan di dunia nyata dan tak akan terbaca di dunia maya. Buku buku yang bahkan sanggup menjadikan seekor ulat mahir menghidangkan salat sambil menggeliat. Lezat, kaya manfaat untuk kesehatan jantung dan otak.
Laut , jadilah laut, biarkan hanyut, maut pasti menjemput*