Senin, 24 September 2012

song of joy

Kau satu satunya yang kukenal, paham cara menjadi penghuni dunia tanpa menjadi gila.
Kau mengajariku, tidak bukan mengajari, kau melakukan apa saja yang sangat kusuka, apa saja yang bikin aku sangat ingin belajar melakukannya. Mengenali diriku sendiri. Tidak terlalu sulit, tidak pula mudah, tidak pasti. Tidak sulit, tapi rumit.
Dulu, sebelum mengenalmu, aku merasa selalu berada di satu sisi, satu ruang, satu jalan. Ada sisi lain, ruang lain, jalan lain yang bukan aku sama sekali. Setelah bersamamu, aku percaya kanan atau kiri, depan atau belakang, terang atau gelap, semuanya bukan dua. Tak kutemukan istilah lebih tepat selain two in one. Seperti kau dan aku. Menyenangkan dan menyedihkan. Benar dan salah. Tuhan dan hantu. Kalau kubilang putih dan hitam, maksudnya bukan belang macam badan kuda zebra.
Aku jadi tahu tak ada benarnya aku kalau tak ada kesalahanku. Sebaliknya, tak ada salahnya tanpa kebenaran ikut serta. Lalu aku menjadi jahat supaya baik, dengan menyesal dan minta maaf. Menjadi baik untuk kejahatan, dengan merasa bersalah dan mensyukuri berkah.
Aku berdiam, berjalan, tahu pasti akan tiba di suatu tempat bukan di manapun.
Tidak sendirian, ketiadaanmu menjadi sahabat karibku, mengajak kesunyianku bicara, kemurunganku bercanda, meredakan gairah, menyulut harapan.
Pada saat terjaga dari mimpi yang tak kumengerti kudapati lenganmu menjagaku dari terkaman malam yang bukan malam, membimbingku menuju pagi yang belum jadi.
Apakah kesedihan adalah sebuah nama, teman lama yang seharusnya dikenang dengan rasa sayang.
Ya, aku sangat menyanyangi warna hitam, bikin matamu berpendar. Warna langit malam ketika kita naik komidi putar. Angin kencang meniup rambutku tak memadamkan satupun lampu, warna warni berserakan di seluruh dunia*