Senin, 24 September 2012

dini hari

Aku tak pernah mengerti apakah pagi dibutakan atau membutakan diri. Dari dengung televisi, gemericik air, deruan di jalanan. Hanya desah nafasmu memenuhi udaraku. Mengantar telapak tanganku ke wajah pagi. Kuusap pipinya, halus dan hangat. Kurapatkan ia ke dada, kuhirup yang keluar dari celah bibirnya. Kucing putih hitam ekornya tak berhenti bergerak, menerkam benang warna warni perajut mimpi.
Sejuk sekali, kubisikkan kepada matanya yang masih rapat terpejam*