Senin, 20 April 2015

ikhtiar

Hanya seorang lelaki tua peminta minta mengetahui rahasia menjadi kaya tanpa harus bersusah payah. Bagaimana ia dapat percaya masih banyak kemudahan dan kemurahan di atas bumi. Hanya dengan mengulurkan tangan, memasang wajah memelas, menggumamkan beberapa kata tak jelas, ia dapat menyalakan hasrat manusia untuk berbagi harta.
Hartamu berada di mana hatimu berada, kuingat kau pernah berkata. Hanya pengemis tak ragu menitipkan hatinya pada sembarang manusia. Meskipun aku pernah menggelengkan kepala, menolak saat ia butuh kukembalikan sebagian hartanya. Pengemis berlalu begitu saja, bejalan ke arah manusia lain, mengulurkan tangan sekali dan berkali kali tanpa lelah.
Mungkin karena aku manusia setengah manusia. Setengahnya entah apa. Perempuan dekil itu menatapku tajam saat kuperhatikan caranya memunguti sisa sisa dari tempat sampah. Demi apa atau siapa, ia rela menjadi hina. Bau busuk tak menusuk, malah menunduk di hadapan niatnya mengubah sampah menjadi harta.
Masih kugenggam hatiku. Betapa mujurnya, hatiku utuh, tak kuberikan sedikitpun pada pengemis tadi. Jika kuberikan hatiku pada pemulung, mungkin ia dapat menjadikan hatiku seharga permata. Tangan pemulung akan memperlakukan hatiku bagai batu batu mulia. Tentu mudah, tak sulit sama sekali bagi seorang pemulung yang telah terbiasa menyayangi sampah*