Hanya
seorang lelaki tua peminta minta mengetahui rahasia menjadi kaya tanpa harus
bersusah payah. Bagaimana ia dapat percaya masih banyak kemudahan dan kemurahan
di atas bumi. Hanya dengan mengulurkan tangan, memasang wajah memelas,
menggumamkan beberapa kata tak jelas, ia dapat menyalakan hasrat manusia untuk
berbagi harta.
Hartamu
berada di mana hatimu berada, kuingat kau pernah berkata. Hanya pengemis tak ragu
menitipkan hatinya pada sembarang manusia. Meskipun aku pernah menggelengkan kepala,
menolak saat ia butuh kukembalikan sebagian hartanya. Pengemis berlalu begitu
saja, bejalan ke arah manusia lain, mengulurkan tangan sekali dan berkali kali
tanpa lelah.
Mungkin karena aku manusia setengah manusia. Setengahnya entah apa. Perempuan dekil itu menatapku tajam saat kuperhatikan caranya memunguti sisa sisa dari tempat sampah. Demi apa atau siapa, ia rela menjadi hina. Bau busuk tak menusuk, malah menunduk di hadapan niatnya mengubah sampah menjadi harta.
Masih
kugenggam hatiku. Betapa mujurnya, hatiku utuh, tak kuberikan sedikitpun pada pengemis tadi. Jika kuberikan hatiku pada pemulung,
mungkin ia dapat menjadikan hatiku seharga permata. Tangan pemulung akan memperlakukan hatiku bagai batu batu mulia. Tentu mudah, tak sulit sama sekali bagi seorang pemulung yang telah terbiasa menyayangi sampah*