Kamis, 16 April 2015

ziarah

Tak ada lampu dalam kamar itu. Cukup diterangi matahari saat pagi, biar dipeluk gelap saat malam.  Wajah wajah dalam selembar kertas adalah wajah wajah yang mampu mengacuhkan kegelisahan. Kapan.  Kau tersenyum menanti kilat kecil datang.  Siapa yang membidikmu. Kau dan dia telah abadi. Ingatkah kau, naluri insani, ingin abadi. Selamat menikmati kesejukan bening sepanjang hari. Serupa embun beku mendekap senyuman, melekat arat, tak ada jarak, tak ada bayang bayang. Kenangan mengenal jalan pulang.
Selamat pagi ayah, selamat menikmati serealmu. Maaf aku mengatakannya seperti biasa. Aku merasa kau belum lupa caraku bicara. Aku masih sama, masih ingat kau mahir menanam dan belum kutanam.  Aku tersenyum menemukan senyumku abadi bersama senyummu di atas meja.  Sebelum beranjak kusapa kaca, selamat malam penjaga senyuman*