Jumat, 19 Juni 2015

uno

Dia mengatakannya dengan wajah cerah dan mata bersinar sambil mengocok dan membagikan setumpuk kartu untuk yang ke sekian kali. “Tiga rahasia, mau menang atau kalah, gampang.”
“Pertama, dengarkan lubuk hati.
Kedua, percaya diri.
Ketiga, tentukan takdirmu sendiri.
Kalau semua syarat terpenuhi mama bisa milih sesuka hati, mau menang atau kalah pasti terjadi.”

Mamanya sangat takjub, dengan hati hati bertanya kepadanya yang kemarin baru berumur sepuluh tahun,”Siapa yang ngajarin?”
“Ga ada. Aku sendiri.” Bocah lelaki tersenyum, mamanya tertawa.
“Mama ga percaya?”

“Percaya…” Mamanya menyerah masih setengah tertawa.

“Aku pasti menang sekarang.” Dia membagikan kartu dengan semangat dan keyakinan. Kira kira lima menit kemudian, dia kalah. Mamanya lagi lagi tertawa.
“Pasti ada satu syarat tidak terpenuhi,” Dia berkata dengan penuh percaya diri.

“Oh…” Mamanya hanya bisa mengatakan ‘oh’ saja, sambil memandangi anaknya mengocok setumpuk kartu dengan sungguh sungguh. Kartunya nampak kebanyakan untuk kedua telapak tangannya. Sesaat kemudian dia mulai membagikan kartu, menatap mamanya dengan mata bersinar, tiba tiba dia bertanya,”Mama mau aku menang atau kalah?” Suaranya riang, yakin dan tanpa beban, seperti denting lonceng angin saat tersentuh kepala seseorang yang melewati pintu kamar*