Dia
mengatakannya dengan wajah cerah dan mata bersinar sambil mengocok dan
membagikan setumpuk kartu untuk yang ke sekian kali. “Tiga rahasia, mau menang
atau kalah, gampang.”
“Pertama,
dengarkan lubuk hati.
Kedua,
percaya diri.
Ketiga,
tentukan takdirmu sendiri.
Kalau semua
syarat terpenuhi mama bisa milih sesuka hati, mau menang atau kalah pasti
terjadi.”
Mamanya sangat takjub, dengan hati hati bertanya kepadanya yang kemarin baru berumur sepuluh tahun,”Siapa yang ngajarin?”
“Ga ada. Aku
sendiri.” Bocah lelaki tersenyum, mamanya tertawa.
“Mama ga
percaya?”
“Percaya…” Mamanya menyerah masih setengah tertawa.
“Aku pasti menang sekarang.” Dia membagikan kartu dengan semangat dan keyakinan. Kira kira lima menit kemudian, dia kalah. Mamanya lagi lagi tertawa.
“Pasti ada
satu syarat tidak terpenuhi,” Dia berkata dengan penuh percaya diri.
“Oh…”
Mamanya hanya bisa mengatakan ‘oh’ saja, sambil memandangi anaknya mengocok setumpuk
kartu dengan sungguh sungguh. Kartunya nampak kebanyakan untuk kedua telapak
tangannya. Sesaat kemudian dia mulai membagikan kartu, menatap mamanya dengan
mata bersinar, tiba tiba dia bertanya,”Mama mau aku menang atau kalah?”
Suaranya riang, yakin dan tanpa beban, seperti denting lonceng angin saat
tersentuh kepala seseorang yang melewati pintu kamar*