Kaudengar
keluhanku. Kebisingan telah berlalu. Sengaja kaupindahkan ke dalam sebuah
gedung. Di hadapanku kini terhampar kekosongan, trotoar dan debu. Tapi kenapa
kau menciptakan rindu?
Rindu mungkin
kauciptakan demi keselamatan penghuni bumi, seperti gravitasi. Aku bicara
sendiri, lirih. Tapi kenapa kautaruh rindu di sini? Dalam hati. Seandainya aku tahu
cara merogoh hatiku sendiri, tentu sudah kuraih, apa saja yang kautaruh dalam
hatiku. Rindu, hasratku untuk mengelilingi permukaan bumi, gema suara dan bayang
wajah yang tak kudengar dan kulihat dengan telinga dan mata.
Serba salah.
Kau pasti akan mengeluh mirip aku, jika tak maha sabar dan selalu berdiri
sendiri. Ingin kulihat kau menyerah atau pura pura tak dengar. Aku mengeluh
hanya untuk menarik perhatianmu, atau mungkin pemilik suara dan wajah yang
kautaruh dalam hatiku. Mencoba mengacaukan diammu, atau membujukmu agar
mengeluarkan yang kautaruh dalam hatiku.
Kau maha
tahu, maha bisa, kau pasti punya cara membereskan isi hatiku. Memilah isinya
satu persatu, meletakkan semua pada tempat semestinya. Rindu, hasrat, kegelisahan,
apakah harus dikeluarkan atau tetap disimpan. Suara dan wajah yang mana paling
penyayang. Sekarang begitu sepi, angin bertiup kencang.
Haruskah
kuakui aku kangen, ingin mendengar lagi lagu lagu yang dulu kubilang kampungan.
Penyesalan
selalu datang terlambat, kata orang bijak. Aku bisa pura pura tak dengar sambil
sungguh sungguh mendengar. Pasti mudah bagimu, mengerjakan segalanya jauh lebih
baik dariku. Pura pura tak dengar sambil sungguh sungguh mendengar.
Aku pura
pura ingin tak kauhiraukan, atau kaujadikan satu satunya, yang paling mengerti
bahwa hanya kau yang mengerti. Harus kuapakan isi hatiku? Aku tak meminta kau
menjawabku, tapi kalau kau tak keberatan, biar kudengar lagi satu lagu paling
kampungan yang pernah kudengar sebelum kau dengar keluhanku, atau sebelum
kauciptakan rindu, atau sebelum kautaruh rindu ciptaanmu di dalam hatiku.
Ayolah,
hanya satu, di antara begitu banyak lagu, yang paling kampungan saja. Aku
teringat anak bungsuku menarik narik lengan bajuku, ketika merajuk menginginkan
makanan ringan yang tak memenuhi standar kesehatan. Ayolah, apa susahnya
untukmu. Kau pasti tahu kenapa aku. Kau pasti tahu apa yang tak dapat kukatakan
padamu. Ah…kau sedang memenuhi harapanku, kau pura pura tak dengar sambil
mendengarku dengan sungguh sungguh*