Apakah ada
bedanya? Pertanyaan yang akan muncul saat merasa tidak sama. Itukah yang
dikatakan sebagai salah tempat antara sebab dan akibat. Sesuatu yang fatal,
kata seorang filsuf aria yang konon akhirnya wafat dalam keadaan setengah gila.
Aku tak berminat pada kisah hidupnya, pemikiran dan sudut pandang yang
dipakainya mencengangkan. Mestinya tak mengejutkan sama sekali jika kemudian
dia menjadi sinting.
Ketika merasakan
sesuatu yang tak seperti biasanya, yang tidak sama, lebih sederhana disebut
berbeda. Sebelum melanjutkan apapun yang sedang berlangsung, secara spontan
akan bertanya, apakah ada bedanya. Semacam reaksi yang tak dapat dicegah. Serupa
gema. Hanya saja bunyinya berbeda. Perbedaan yang harus ada untuk menyelamatkan
rasa aman, agar tak hancur berantakan.
Tak ada yang
menjual, menyewakan,apalagi meminjamkan rasa aman. Rasa aman harus diciptakan. Dan
hanya dapat diciptakan ketika sedang merasa aman. Apa sih yang tidak ironis di
bumi, belum ada. Pada saat sangat membutuhkan rasa aman malah justru tak akan
pernah mendapatkannya, dalam situasi dan kondisi tidak mampu menciptakannya. Rasa
aman kurang ajar. Ketika sedang tidak memikirkannya sama sekali, tak peduli,
lupa atau dalam kondisi dan situasi aman terkendali, rasa aman tercipta begitu
saja. Semacam menemukan tangga di atap menara, sia sia. Semakin tak berguna, rasa aman tak dapat disimpan, dijadikan cadangan yang dapat digunakan
sewaktu waktu bilamana sangat perlu.
Sekarang. Sekarang. Dan sekarang, saat
paling tepat untuk menciptakan rasa aman, ketika segalanya berjalan sesuai
rencana. Jangan nanti, rasa aman tak dapat diandalkan saat ada rintangan.
Tapi kita
membutuhkannya, sekalipun dia kacau, tak dapat diandalkan, tak bisa
dikendalikan. Kita tetap butuh dan tak berniat menyalahkannya, menuduhnya
sebagai pecundang berwatak kejam. Maka jauhilah sebisanya, biar tak ada yang
peduli padanya. Rasa aman semacam teman yang sialan. Yang tak pantas diberi
jabatan tangan, senyuman, anggukan kepala, apalagi pelukan. Rasa aman patut
ditendang sekuatnya, hingga melayang tinggi di gelap malam. Tiba di angkasa,
rasa aman boleh berteman bintang bintang, menjaring angin. Menunggu pagi menunjukkan, tak ada yang baru di bawah matahari.
Sekarang kita
sendirian, tanpa rasa aman. Apakah ada bedanya. Tentu saja. Rasa aman sudah tak
ada, tak lagi dapat membohongi diri. Kecemasan masih duduk sambil merenung atau
melamun, sudah nasibnya selalu dijauhi, dianggap buruk, dijadikan kambing hitam
pada banyak kasus. Mana sebab, mana akibat. Kau sayang, aku sayang. Gubraakkk.
Alih alih
memantulkan gema, guanya malah runtuh. Salahku. Salahmu. Guanya ingin menyelamatkan
kau dan aku, dari gema semua kata yang pernah didengungkan para pertapa*