Selasa, 19 April 2016

simply



Kutulis saat aku ingin menangis. Untukmu. Aku masih percaya kau mencintaiku dan dengan senang hati akan membaca setiap tulisanku. Aku tak tahu, haruskah kau tahu, apakah ketika usai menulis aku akhirnya menangis. Baiknya kau putuskan sendiri, apa yang kauinginkan terjadi padaku saat kaubaca tulisanku.
Ingin kukatakan aku sungguh ingin, namun tak kutulis. Maka kau hanya akan membaca, aku ingin. Tidak orisinil. Kau benar. Inilah aku, menjadi tidak orisinil adalah satu, bagian dari entah berapa hal yang sering membuatku ingin menangis.
Tak akan kubuat panjang. Hanya setengah bagian dari selembar kertas. Selembar berukuran standar, tidak besar tidak pula kecil. Terserah kau mau berpikir apa tentang ukuran standar selembar kertas. Tak kaupikirkanpun tak apa.  Aku akan baik baik saja.
Asal kau masih membaca, semua yang kutulis saat aku ingin menangis.
Aku menggambar dua ekor angsa, lehernya tak terlalu panjang dan tanpa warna. Kau tahu aku selalu memanfaatkan kekosongan pada bagian belakang kertas. Kau juga tahu kenapa.
Kenapa aku tiba tiba menangis, sebelum selesai menulis. Aku menangis, bertanya tanpa suara, tanpa kata. Aku ingin kau tahu semua yang belum dapat kutulis untukmu.
Gerimis di luar kamar, lewat tengah malam. Aku ingin bermimpi kau mencintaiku dengan cinta yang belum pernah dikisahkan siapapun. Lalu terjaga, menemukan kau sedang tertawa menyaksikan sebuah tayangan di layar kaca. Begitu sederhana. Bukan salah siapa siapa. Cinta membuatku tak berdaya. Cinta bukan siapa siapa. Aku hanya mengenalnya, mengingatnya, setelah mengenalmu dan setiap kali mengingatmu.
Tuhan. Sengaja kutulis untuk membuatmu enggan membacaku. Semakin kacau, cinta. Apakah sebatang pensil mencintai setiap lembar kertas atau tangan tangan yang menggerakkan sebatang pensil. Jejak. Aku mencintaimu, bermimpi menghalau semua yang ingin kuimpikan tentang kau, cintamu mencintaiku. Aku bermimpi, bermimpi tanpa pernah tertidur lagi. Melihatmu berpaling ke arahku, berabad abad. Dunia di matamu, jadikan aku debu. Satu atau beribu ribu, semua melekat di tubuhmu. Aku hilang saat kau bersihkan badan.
Begitu sederhana, aku menangis, aku menulis, aku mencintaimu, tanpa titik*