Kutulis saat
aku ingin menangis. Untukmu. Aku masih percaya kau mencintaiku dan dengan
senang hati akan membaca setiap tulisanku. Aku tak tahu, haruskah kau tahu,
apakah ketika usai menulis aku akhirnya menangis. Baiknya kau putuskan sendiri,
apa yang kauinginkan terjadi padaku saat kaubaca tulisanku.
Ingin
kukatakan aku sungguh ingin, namun tak kutulis. Maka kau hanya akan membaca,
aku ingin. Tidak orisinil. Kau benar. Inilah aku, menjadi tidak orisinil adalah
satu, bagian dari entah berapa hal yang sering membuatku ingin menangis.
Tak akan
kubuat panjang. Hanya setengah bagian dari selembar kertas. Selembar berukuran
standar, tidak besar tidak pula kecil. Terserah kau mau berpikir apa tentang
ukuran standar selembar kertas. Tak kaupikirkanpun tak apa. Aku akan baik baik saja.
Asal kau
masih membaca, semua yang kutulis saat aku ingin menangis.
Aku
menggambar dua ekor angsa, lehernya tak terlalu panjang dan tanpa warna. Kau
tahu aku selalu memanfaatkan kekosongan pada bagian belakang kertas. Kau juga tahu
kenapa.
Kenapa aku
tiba tiba menangis, sebelum selesai menulis. Aku menangis, bertanya tanpa
suara, tanpa kata. Aku ingin kau tahu semua yang belum dapat kutulis untukmu.
Gerimis di
luar kamar, lewat tengah malam. Aku ingin bermimpi kau mencintaiku dengan cinta
yang belum pernah dikisahkan siapapun. Lalu terjaga, menemukan kau sedang tertawa
menyaksikan sebuah tayangan di layar kaca. Begitu sederhana. Bukan salah siapa
siapa. Cinta membuatku tak berdaya. Cinta bukan siapa siapa. Aku hanya
mengenalnya, mengingatnya, setelah mengenalmu dan setiap kali mengingatmu.
Tuhan.
Sengaja kutulis untuk membuatmu enggan membacaku. Semakin kacau, cinta. Apakah
sebatang pensil mencintai setiap lembar kertas atau tangan tangan yang
menggerakkan sebatang pensil. Jejak. Aku mencintaimu, bermimpi menghalau semua
yang ingin kuimpikan tentang kau, cintamu mencintaiku. Aku bermimpi, bermimpi
tanpa pernah tertidur lagi. Melihatmu berpaling ke arahku, berabad abad. Dunia
di matamu, jadikan aku debu. Satu atau beribu ribu, semua melekat di tubuhmu. Aku
hilang saat kau bersihkan badan.
Begitu
sederhana, aku menangis, aku menulis, aku mencintaimu, tanpa titik*