Minggu, 13 Maret 2016

paradoks



Kata bulan kepada siang yang kehilangan terang,”Bumi hanya satu, diciptakan hanya untukku.”
Matahari berbisik dalam kegelapan,”Berapa juta bintang terbit pada satu malam.”
Semua bersuara demi sebutir bumi yang mengacuhkan rumus sekaligus ramalan. Bumi yang asyik bermain ranting, tak peduli siang atau malam, ranting ranting menggelitik angin.
Anak anak manusia berlarian sambil tertawa, beberapa dari mereka rela mengantri, sebagian lagi berebut menaiki tangga besi untuk dapat duduk di puncaknya sesaat, hanya sesaat, kemudian meluncur turun pada sebuah papan, tak penting plastik atau logam, semakin curam dan licin anak anak manusia berteriak semakin lantang dan riang.
Ah sudahlah, hujan adalah hujan, tak ada kaitan antara hujan dan air mata kerinduan.
Dan, tuhan, hantu dan hutan, hanya lima huruf yang sedang bertukar tempat. Sebatang pohon lanjut usia tak berkedip memandangi sekelompok anak anak bermain ular naga*