Minggu, 29 Maret 2015

suara hati

Dini hari. Kopi dalam gelas kuhabiskan.       
Hari baru sudah datang, tanya hatiku. Hanya hatiku yang belum bisu, yang gemar bertanya ini itu. Suaraku sudah pergi,  berkelana mencari sepasang telinga masih terjaga. Kepadanya suaraku ingin berbisik,”Sebentar lagi pagi, aku  belum tidur, tak pernah bisa diam sebelum kaubungkam dengan ciuman.”
Telingamu sudah pulas. Kopi dalam gelasmu setengah penuh. Seperti biasa, tidak sengaja kausisakan, untuk dini hari untuk kuhabiskan pada suatu hari. Saat kau terjaga nanti, gelasmu akan bernyanyi,”Ijinkanlah kukecup keningmu, bukan hanya ada di dalam angan…”
Suaraku masih di sana, diam diam menunggu kau menggeliat, menggumam ke arah gelas,”Duh…berisik…” Kemudian kau kembali lelap setelah menguap.
Telingamu tak mendengar suaraku mengeluh,”Kau mestinya tahu, seorang peri yang sakit hati telah mengutukku jadi putri tidur dalam hatimu. Serasa beratus ratus tahun kunanti sebuah kecupan.”

Selamat pagi. Dua gelas kopi bertukar salam dari kejauhan, melangkahi kekosongan. Satu di sini, yang lain di sana. Seperti pohon pohon di tepi jalan, seperti diam seperti berlari mengikuti. Melintasi jalan bebas hambatan, melewati kemacetan, menaklukkan kepenatan. Hatiku menunggu suaramu datang, mengantarkan suaraku pulang, bukan hanya dalam mimpi. Seperti aku menunggu, terjaga dalam hatimu, terlelap dalam pelukmu*