Aku sedang
merayakan kebodohan, juga kesalahan. Yang sungguh bodoh dan benar benar
bersalah, tak menyadarinya. Jika dengan sukacita dan penuh kesadaran aku
mengaku bodoh dan salah, artinya aku hanya setengah bodoh dan setengah salah.
Kenapa
manusia selalu menghabiskan banyak waktu dan energi untuk tampil lebih bijak
dan pintar dari pada sebenarnya. Masalah yang sangat serius. Sebetulnya tidak
akan berdampak buruk pada siapapun. Ingin mengerti atau dimengerti? Solusi
termudahnya, pura pura tidak peduli.
Berilmu
lebih memalukan ketimbang menjadi dungu. Menjadi dungu sangat aman, menjadikan
diri sendiri dungu tidak bertanggung jawab. Terkutuklah setiap filsuf dan nabi
yang tidak mengenalku. Akulah jalan, kebenaran dan hidup, seperti kata yesus.
Dan semua manusia selayaknya meneladani kata kata yang terucap oleh siapapun
yang mampu menghidupkan orang mati.
Kenapa
gentar pada keangkuhan? Keangkuhan lebih bersahaja dari pada kemunafikan. Mari
bercinta, tak ada ajakan lain yang lebih mulia dari itu. Mari bercinta dengan
segenap jiwa. Bukan tuhan, jika tak maha penyayang. Mari bercinta dengan mesra.
Percuma mengaku beriman jika tidak berani bercinta, juga dengan dosa.
Kukira aku
gila, tentu saja dikatakan oleh orang waras, paling parah cuma setengah gila.
Ada apa dengan cinta. Oh tuhan, ampunilah hamba karena selalu takut salah. Jika
mungkin dilahirkan sekali lagi, aku sangat ingin menangis keras dan lama.
Benarkah air mata dapat memadamkan amarah.
Kalau terpaksa berdosa, menangis saja
di neraka, berharap air mata dapat meredam api dan dahaga*.