Minggu, 25 Januari 2015

sundae


Aku sedang merayakan kebodohan, juga kesalahan. Yang sungguh bodoh dan benar benar bersalah, tak menyadarinya. Jika dengan sukacita dan penuh kesadaran aku mengaku bodoh dan salah, artinya aku hanya setengah bodoh dan setengah salah.
Kenapa manusia selalu menghabiskan banyak waktu dan energi untuk tampil lebih bijak dan pintar dari pada sebenarnya. Masalah yang sangat serius. Sebetulnya tidak akan berdampak buruk pada siapapun. Ingin mengerti atau dimengerti? Solusi termudahnya, pura pura tidak peduli.
Berilmu lebih memalukan ketimbang menjadi dungu. Menjadi dungu sangat aman, menjadikan diri sendiri dungu tidak bertanggung jawab. Terkutuklah setiap filsuf dan nabi yang tidak mengenalku. Akulah jalan, kebenaran dan hidup, seperti kata yesus. Dan semua manusia selayaknya meneladani kata kata yang terucap oleh siapapun yang mampu menghidupkan orang mati.
Kenapa gentar pada keangkuhan? Keangkuhan lebih bersahaja dari pada kemunafikan. Mari bercinta, tak ada ajakan lain yang lebih mulia dari itu. Mari bercinta dengan segenap jiwa. Bukan tuhan, jika tak maha penyayang. Mari bercinta dengan mesra. Percuma mengaku beriman jika tidak berani bercinta, juga dengan dosa.
Kukira aku gila, tentu saja dikatakan oleh orang waras, paling parah cuma setengah gila. Ada apa dengan cinta. Oh tuhan, ampunilah hamba karena selalu takut salah. Jika mungkin dilahirkan sekali lagi, aku sangat ingin menangis keras dan lama. Benarkah air mata dapat memadamkan amarah.
Kalau terpaksa berdosa, menangis saja di neraka, berharap air mata dapat meredam api dan dahaga*.