Senin, 26 Januari 2015

redaksiani


Betapa teganya kau, menempatkan aku di sini. Di antara orang orang tanpa harapan, lagu lagu kampungan. Untuk penglihatan dan pendengaranku semuanya di bawah standar, jauh sekali, sedalam jurang bedanya.
Apa salahku? Satu, aku merasa tak ada yang pantas untukku. Dua, aku merasa mahluk sempurna, indah dan peka. Tiga, aku pernah membual rela dan sanggup menanggung apa saja demi cinta. Empat, padaku, tak ada yang tidak salah. Lima, aku bertanya, apa salahku.
Kalau kau punya jawaban lain, tolong tuliskan, agar dapat kubaca. Membaca, setidaknya membuatku sebentar lupa pada keadaan sekitar. Betapapun sebentar, kurasa pasti berpengaruh baik bagi kesehatan fisik dan mentalku.
Sebenarnya baik buruknya orang dan nyanyian bukanlah urusan penting. Masalahnya aku merasa gelap, tak ada seorangpun, tak ada satu syairpun yang menyadari keberadaanku, tak ada yang dapat melihat cahaya dalam hatiku.
Mereka semua memandang dan berdendang dengan cara yang sangat menyebalkan. Seolah olah aku sudi berurusan dengan meraka. Kalaupun aku tak dapat menghindar, mestinya aku menjadi pusat perhatian, dan sumber pengharapan. Nyatanya mereka mengira aku setara dan dengan sendirinya menjadi bagian mereka. Tidakkah mereka merasa malu dan hina karena telah menyebabkan aku menderita. Lebih buruk lagi, penderitaanku sia sia, tak disadari, apalagi dijadikan inspirasi, tak menyentuh dan tak bikin trenyuh siapapun.
Ya, orang bebal, tidak berpendidikan, apa yang bisa diharapkan oleh orang bijak dan terpelajar macam aku dari mereka. Masuk akal jika aku tak dapat berharap dari mereka, yang tidak masuk akal, mereka juga tak berharap apa apa dariku. Tidakkah mereka melihat bahwa ada seseorang yang lebih mulia di antara mereka, aku. Sampai putus asa kunanti, tak seorangpun menyambutku, tak ada yang menyatakan hormat dan menanyakan cara bertobat. Benar benar terlalu. Dasar orang orang pinggiran tak berwawasan. Bagaimana mungkin mereka semua menyia nyiakan kesempatan untuk mendapatkan pencerahan dariku?
Apa lihat lihat? Ya ejek saja aku sampai kau puas. Mungkin setelah puas, kau akan menyadari kelalaianmu. Ah, aku tiba tiba ingat kau sering bersikap begitu. Entah lalai atau sengaja hendak memancing perkara, kau keliru menyusun jalannya peristiwa. Orang orang baik bernasib buruk, sedang orang orang busuk hidup makmur. Hmm, kau butuh pengakuan atau pengesahan, bahwa kau pencipta sekaligus penguasa jagat raya? Bukankah untukmu sudah kuberikan pemujaan dan persembahan dengan tulus ikhlas? Kau merasa masih kurang, meskipun setiap saat aku taat, bahkan sering tirakat?
Kalau kau benar benar peduli padaku yang baik ini, kumohon kau kaji kembali dengan teliti, tentang keputusanmu menempatkan aku di sini. Memang aku sering melakukan kesalahan kesalahan kecil, tapi kau maha bijaksana, pasti paham semua orang pernah bersalah. Dan kesalahan kesalahan kecilku tidak mengacaukan apa apa, seingatku aku juga selalu menyesal dan segera minta maaf. Jika ini hukuman, kukira kau keterlaluan, kau mengacuhkan konsep keadilan dan tidak berperi kemanusiaan.
Maaf, kalau kata kataku kelewat tajam, kau kan maha pemaaf. Mungkin aku sedang khilaf. Sedang terpengaruh lagu goyang dumang*